Berkunjung ke Saudara Tua

Catatan Perjalanan ke Jepang
Perjalanan ke Jepang bagi kami sekeluarga adalah perjalanan yang lama tertunda. Setelah akhir tahun lalu kami sudah berkunjung ke Korea Selatan, rencananya jadwal untuk berkunjung ke Jepang adalah awal tahun berikutnya. Namun karena satu dan lain hal, ditambah juga ada perubahan jadwal yang tiba-tiba dari pihak airlines, maka kami baru bisa berangkat di akhir tahun ini. Persis di tanggal yang sama ketika kami berkunjung ke Korea Selatan. Kalo soal perubahan jadwal sepihak sampe harus ganti airlines bisa diceritakan di kesempatan lain, karena lumayan juga prosesnya. Walaupun hikmahnya jadi malah bisa pake maskapai yang jauh lebih baik service-nya ;)
Singkat cerita, berbeda dengan motivasi yang menggebu, terutama dari istri yang terkena kuatnya pengaruh K-Culture, ketika memutuskan untuk berkunjung ke Korea Selatan. Perjalanan ke Jepang ini seperti menuntaskan keinginan berwisata sekeluarga keliling negara-negara di benua Asia semata. Tidak terlalu antusias sampe ke level obsesif tetapi cukup bergairah lah, namanya juga mau jalan-jalan. Dasar pemikirannya ‘kagok edan, ka Jepang we sakalian’ begitu mungkin di benak kami.
Dahulu ketika saya masih kecil, negara Jepang adalah salah satu idaman tempat untuk dikunjungi. Sebuah paradoks sebenarnya, terlepas dari gambaran yang dibaca di buku-buku sejarah sekolah tentang kebringasan kekejaman dan juga luka sejarah akibat penjajahan dan eksploitasi Jepang terhadap tanah air bangsa Indonesia. Saya takjub luar biasa dengan citra kehebatan bangsa Jepang yang bisa bangkit dari keterpurukan kekalahan dalam perang dunia terakhir, menjadi bangsa pemenang yang diperhitungkan dunia.
Bagaimana mereka yang menjadi bulan-bulanan dan luluh-lantak oleh bom atom, kemudian bisa muncul menjadi jawara ekonomi dunia dalam waktu yang relatif singkat. Produk-produk Jepang membanjiri negara kita, begitupun Jepang menjadi donor utama negara kita bahkan hingga saat ini. Tanpa sadar sejatinya kita kembali dijajah secara ekonomi, kali ini dengan 'senang hati'. Dengan masuknya produk dan jasa serta 'bantuan' Jepang yang bertubi2 ini, masuk juga pengaruh yg sangat kuat dari kepentingan bisnis dan negara itu yang kemudian menentukan hajat hidup rakyat Indonesia. Tahukah anda, menurut BBC World Service Poll 2014, ada 70% orang Indonesia memandang pengaruh Jepang ini positif, dan hanya 14% diantaranya yang memandang negatif. Membuat Indonesia sebagai negara yang paling pro-Jepang di dunia!
Sebagaimana seseorang saudara yang lebih kuat secara status sosial dan ekonomi dalam sebuah keluarga, secara kultur ketimuran tentu akan dituakan, ditinggikan, diseniorkan karena senioritas adalah penghargaan tertinggi, sehingga dihormati. Begitupun sepertinya dengan Jepang bagi kita yang pada awal interaksi dalam episode perang dunia, datang dengan propaganda sebagai saudara tua Asia yang membebaskan negara-negara Asia lain dari imperialisme Barat. Walaupun pada akhirnya, itu hanya kedok untuk melemahkan perlawanan, namun dengan posisi tawarnya yang masih lebih tinggi sampai saat ini persepsi Saudara Tua tetap terpatri dan itu sah-sah saja disematkan.
Oleh karena itu, ketika merencanakan perjalanan ke Jepang. Apalagi sadar dengan kondisi ekonomi yang sedang melesu, dimana mata uang Indonesia sedang meriang, kurs Rupiah dengan Yen sempat menyentuh batas termahalnya di Rp 120/Yen. Sebagai self proclaimed 'tour leader' dan sole provider 'tour fund', saya cukup pusing memilih paket akomodasi, konsumsi dan transportasi yang masuk akal. Apalagi sering dengar dan baca bahwa biaya hidup di negara ini termasuk yang termahal di dunia. Sehingga menyeimbangkan agar kenyamanan perjalanan dengan biaya/harga tetap terjaga adalah sebuah tantangan. Sebuah seni perjalanan yang dilakukan secara mandiri yang lumayan memakan waktu namun prosesnya mengasyikan. Maka mbah google pun menjadi sasaran riset, begitupun sekali-kali mengintip sharing grup2 travel/backpacker di facebook dan baca tulisan-tulisan di blog-blog orang… dari semuanya yang cukup recommended sebagai entry point adalah www.japan-guide.com dan www.travel-japan.jp . Kebetulan juga ada teman/kenalan juga yang memang mukim di Jepang, sehingga korespondensi mengenai beberapa informasi pun berlanjut di media sosial.
Jepang menawarkan berbagai destinasi wisata yang sejatinya bisa memuaskan apapun yang menjadi minat kita. Diantaranya yang harus kita tentukan saat merencanakan perjalanan wisata adalah, apakah akan melakukan wisata sejarah, budaya & seni; wisata yang terkait dengan wisata alam/petualangan; atau wisata makan, belanja dan hiburan.
Berhubung perjalanan kami adalah wisata keluarga, tentunya tujuan wisata lebih banyak didominasi keinginan anak dan istri. Maka itinerary pun menyesuaikan, destinasi utama yang menjadi sasaran adalah dua taman bermain di Jepang, Universal Studios di Osaka dan Disneyland di Tokyo… termasuk pusat manga dan anime di Akihabara, Tokyo. Kemudian buat istri yang terinspirasi film 'Memoirs of Geisha' maka tempat-tempat yang menjadi lokasi syuting film tersebut di Osaka maupun Kyoto menjadi sasaran utama berikutnya… Begitupun minat shopping istri tersalurkan, terutama di kota megapolitan Tokyo dengan mengalokasikan cukup waktu mengunjungi Harajuku, terutama di daerah fashion Omotesando sampai ke Ginza.
Sementara tempat-tempat wisata kultural mainstream yang biasa penuh sesak dengan turis seperti kuil, candi, kastil hingga taman menjadi destinasi sekunder yang juga kami kunjungi sepanjang searah dengan destinasi utama. Adapun tujuan wisata alam yang tadinya juga sudah diagendakan jadi terpaksa dihapuskan karena untuk tipe wisata seperti ini perlu alokasi waktu khusus yang tidak bisa terpenuhi pada perjalanan singkat kami ini.
Bagi saya pribadi, prinsipnya bukan destinasi/tujuan yang utama melainkan perjalanannya. Toh selama perjalanan yang sangat singkat ini, sedikit banyak saya bisa melihat, mendengar dan merasakan bagaimana sih sebenarnya orang Jepang ini, sang saudara tua di negaranya sendiri. Bagaimana sih gambaran kemajuan dan kehebatan negara mereka serta keluhuran budi masyarakatnya? Penasaran juga kenapa bangsa dan negara kita tidak bisa semaju mereka? Apa yang sih mereka punya yang tidak kita miliki? Padahal modal dasar kita sebagai bangsa dan negara tidak kalah lho, kalau tidak mau disebut sebenarnya lebih baik. Bukan cuman masalah sumber daya yang melimpah tapi ternyata sejarah kita pun tertulis lebih awal daripada mereka. Kalau sudah demikian, siapa sebenarnya yang patut disebut sebagai saudara tua ya?
Ditulis November 2015

Annyeong-Haseyo! Kenapa dan bagaimana ke Korea Selatan

Catatan perjalanan (1)

Sebagai tujuan perjalanan wisata, Korea Selatan merupakan salah satu destinasi favorit. Terutama bagi para penggemar K-Culture, baik para penggila K-Drama maupun para penggemar K-Pop. Tidak bisa dipungkiri, selain sebagai negara industri baru yang maju secara ekonomi, Korea Selatan pun mulai dikenal dunia dengan ekspor budaya-nya. Bahkan bukan hanya dikenal sebenarnya, malah bisa dikatakan kemajuan ekonomi dan getar budaya Korea telah menaklukan dunia. 

Tahukah anda, salah satu merk korea  ternama, SAMSUNG, masuk dalam 10 besar Most Valuable Brands in The World! (Forbes, November 2014). Begitupun dengan produk drama2 Korea yg merasuk masuk menjadi pilihan utama hiburan rumah tangga di Cina, Jepang, Asia Tenggara dan belahan dunia lain. Sebagaimana lagu2 K-Pop Korea yang merajai tangga2 lagu dunia, bukan hanya di Asia namun hingga Eropa dan Amerika. Sebuah fenomena yang dinamakan ‘hallyu’ atau kecintaan akan budaya Korea. Maka tak heran, berbondong-bondonglah turis mancanegara yang terbius akan ekspor budaya Korea ini ingin berkunjung ke negeri idamannya tersebut.

Mungkin kita belum merasa terlalu terkontaminasi dengan pengaruh ekspor budaya Korea Selatan. Namun Korea yang bagi saya lebih dikenal melalui merek2 elektroniknya, pengaruhnya ternyata mungkin sudah masuk ke dalam alam bawah sadar kita. Bukan cuman karena sekarang produk asal Korea mulai dari telepon pintar, TV plasma, kulkas, pendingin udara dan lainnya sudah menjadi preferensi utama, dimana semakin hari semakin mendesak merek2 elektronik lama. Namun juga, pesona dari produk budaya K-Drama dan lenggak lenggok penampilan penyanyi K-Pop dengan beat dan irama yang catchy, membuat kita tidak bisa menolak bahwa mungkin kita sedikit banyak sudah tersihir oleh derasnya pengaruh K-culture ini.

Walaupun demikian, sampai tahun 2010an keatas, tidak pernah ada terbersit keinginan untuk berkunjung ke negara ini. Saat itu, preferensi destinasi favorit istri saya adalah ke barat khususnya tanah suci yang tidak bosan2nya selalu menjadi the one and only place she want to visit, kalo bisa berkunjung sekali setiap tahunnya. Sementara saya sendiri lebih menyukai untuk bisa berkunjung ke negara2 tetangga dekat, tanpa perlu repot ngurus visa dan kalau bisa yang taraf ekonominya lebih rendah daripada negara sendiri. Biar bisa mengerti dan merasakan bagaimana senang dan puasnya wisatawan mancanegara berwisata di negeri kita. Ternyata betul, ketika nilai mata uang kita lebih baik daripada mata uang lokal, kepuasannya adalah dengan bisa melakukan/mendapatkan banyak hal dengan biaya yang lebih murah. Kalo wisata di negara yang lebih maju kan seringkali happy-nya cuman saat travelling, pas pulang, hitung2 expenses biasanya mulai terasa agak ada perasaan nyelekit hahaha... seneng siiiih tapi sakitnya itu disini (sambil nunjuk dompet).

Singkat cerita, pertengahan tahun tiba2 istri laporan kalo dia sudah booking tiket untuk ke Korea di akhir tahun ini, tepatnya bulan November. Sengaja ambil akhir tahun katanya karena mengejar musim gugur alias autumn dan sudah diperhitungkan juga dengan kalender akademik sekolah anak2 dimana waktunya pas setelah masa UTS lewat. Waduh niat banget ini nyama2in supaya dapat suasana Korea sebagaimana yang tergambar di film2 drama Korea, percuma katanya kalo ke Korea bukan di musim favorit itu dan kalau menunggu saya yang inisiatif mungkin baru lama rencana jalan2 ini terealisasi.  

Walaupun agak menyesalkan harga tiket yg dibeli, seharusnya bisa lebih murah, tetapi dalam hati saya mengakui itu keputusan yg tepat. Hanya saja, saya katakan, urusan tur wisata, saya yang atur, lagipula pastinya saya harus siapkan budget-nya, jadi saya minta istri memberikan tempat dan lokasi tujuan yg diinginkan dan saya akan atur rencana perjalanan layaknya tour & travel... sekali2 melakukan perjalanan secara mandiri, dimana semua direncanakan, ditentukan dan dijalankan sendiri... orang bilang perjalanan ala backpacker... buat saya, lebih tepatnya mungkin reasonable travelling... kalo backpacker kan image-nya seolah serba murah tapi kalo reasonable traveler ya ga mesti nyari yang murah, yang penting reasonable dan bisa mengatur kemana kita pergi sesuai keinginan sendiri dengan memilih kenyamanan yang juga paling sesuai dengan ukuran kenyamanan kita sendiri.

Pekerjaan rumah pertama setelah tiket sudah dibeli adalah, mengajukan visa! Konon mengajukan visa ke Korea Selatan ini sulitnya minta ampun. dari hasil browsing dan tanya sana sini memang sepertinya demikian. Beberapa informasi bahkan banyak juga yang pengajuan visanya ditolak tanpa alasan yang jelas. Apalagi setelah dipelajari segala persyaratan untuk mengajukan visa, baik yang melalui perantara maupun yang diajukan sendiri, ternyata sama2 harus lengkap dan tepat. Maka supaya tidak mengeluarkan biaya yang tidak perlu, semua kelengkapan persayaratan dan pengurusan visa dilakukan sendiri. Alhasil hanya untuk mengurus visa, banyak pintu meja birokrasi yang harus saya lalui. Singkat cerita, nyaris 2 bulan lamanya saya mengurus visa yang Alhamdulillah bisa berhasil. Sekedar tips, bagaimanapun beratnya persyaratan atau informasi mengenai pengajuan visa Korea, cobalah berpikir positif dan tempatkan diri anda di pihak mereka yang menilai layak/tidaknya anda diberi visa. Siapkan dana yang banyak di rekening bank anda, buat diri anda bonafid! Hati2, jangan sekali2 dipakai mindset jalan pintas ala ‘lokal’ yg tdk mau repot dan ‘semua bisa diatur’ karena bisa menyesatkan. Go with the flow... Ikuti saja semua ketentuan dan prosedur yg ada sebaik2nya, lagi pula kita yang mau ke negara mereka maka ikuti lah semua apa yang menjadi persyaratannya.

Pekerjaan berikutnya yang tidak kalah pentingnya setelah visa ditangan adalah mendetailkan itinerary, bagaimanapun itinerary atau rencana perjalanan adalah pegangan kita selama di negara orang. Dengan itinerary yg baik, tidak ada waktu dan rencana yg terbuang percuma. walaupun di lapangan kadang diperlukan penyesuaian namun dengan itinerary yg di persiapkan dengan baik. target rencana perjalanan bisa terpenuhi. Memang saat pengajuan visa kita harus sudah siap dengan itinerary, dan bila perlu dengan bukti booking penginapan selama disana. Namun yang saya maksud adalah rencana perjalanan yg rinci, dimana kita sudah tahu kapan dimana kita akan melakukan apa selama berapa lama dan dengan biaya berapa. Umumnya orang bilang, itinerary yg terealisir 80-90% adalah sebuah kesuksesan dalam perjalanan. Bayangkan, tanpa itinerary, tolak ukur kesuksesan perjalanan jadinya apa? Pengalaman? Mungkin... Tapi bukankah semakin banyak target tujuan yang berhasil di kunjungi semakin kaya pengalamannya? Dan dengan rencana perjalanan yang baik, pastinya semakin banyak tempat yang bisa dikunjungi.

Terakhir, setelah semua persiapan dilakukan. Saya juga mulai untuk lebih meresapi apa yang ada di negara tujuan. Channel2 TV yang saya tonton pun mulai berganti ke channel TV korea, mulai buka2 buku bahasa Korea. Bukan untuk langsung bisa menguasai bahasanya tapi paling tidak jadi mengetahui frasa2 penting apa yang sebaiknya diketahui.  Salah satu contohnya adalah frasa kalimat pembuka bila bertemu seperti judul tulisan ini.  Tentunya kita pun akan lebih respect bila bertemu dengan orang asing yang bisa sedikit bahasa ibu kita bukan? Walaupun sekedar menyapa dan mengucapkan terimakasih. Setelah itu dijamin akan lebih mudah memulai percakapan dan bila meminta bantuan akan lebih lancar.

Begitupun dengan mulai melihat dan membaca literatur2 tentang Korea,  membuat kita menjadi lebih mengenal negara tujuan. Sehingga perjalanan tidak hanya terjadi secara fisik namun juga secara mental-spiritual, dijamin lebih memperkaya wawasan. Sampai2 saya seolah jadi diingatkan sebuah pengetahuan lama dimana Korea ini sebenarnya di satu masa pernah berada di kondisi yang sama dengan negara kita, Indonesia. Bahkan pola2 pembangunan Indonesia pun pernah mencoba mengikuti jejak kemajuan negara Korea, sampai sama2 kita terkena krisis ekonomi tahun 1998 yg lampau. Namun berbeda dengan negara kita tercinta, sejak 1998 justru negara Korea semakin melejit menjadi fenomena dunia. Sebuah negara yang dulu menjadi penerima donor menjadi negara yang sekarang justru menjadi pendonor. Luar biasa bukan?! Semakin membuat kita lebih tertarik ingin mengenal kenapa negara ini bisa sedemikian fenomenal? Tidak terbayang bagaimana rasanya berada di tengah2 masyarakat negara tersebut, melihat, merasakan kemajuannya dan berusaha menarik pelajaran darinya. 


(bersambung...)