Catatan ringan perjalanan umroh (2)
Dalam perjalanan umroh kali ini, salah satu niat saya adalah untuk dapat ‘melihat’ lebih banyak daripada perjalanan umroh sebelum2nya maupun perjalanan ibadah haji bersama istri tiga tahun lalu. Oleh karena itu, supaya pengalaman ‘melihat’ tadi tidak berlalu begitu saja dan syukur-syukur kalau pengalaman tersebut dapat bermanfaat sebagai wawasan bagi orang lain, maka saya bertekad untuk menuangkannya dalam beberapa catatan ringan. Adapun tulisan kedua dari serangkaian tulisan yang saya rencanakan kali ini adalah curahan pengalaman saya dalam melirik, melihat dan memperhatikan saudara-saudara muslim mancanegara yang juga sedang beribadah ke tanah suci.
Maksud dan tujuan dari niat saya tersebut terinspirasi oleh nasehat ayah saya sendiri melalui bukunya yang senantiasa mendorong agar dapat membuka mata hati dan telinga, mempelajari ilmu dari-Nya yang maha luas ini, bukan hanya dari ayat-ayat yang tertulis namun juga yang tersirat. Lebih lanjut dikatakannya, Allah SWT memberikan sebagian ilmu-Nya kepada umat manusia melalui dua jalan. Pertama , dengan ath-thariqah ar-rasmiyah yaitu jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat qauliyah. Kedua, dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah yaitu melalui ilham kepada mahluk-Nya di alam semesta ini, tanpa melalui perantaraan. Disebut juga jalan langsung (mubasyaratan) atau ayat kauniyah.
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah) oleh sebab itu manusia berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah SWT berfirman dalam surat Al Alaq 1-5... seterusnya silahkan buka dan baca Al Quran masing2 ya, saya tidak akan menuliskan disini supaya tidak seperti sedang berkhutbah dan supaya tulisannya tetap ringan.
Tentunya rangkaian ibadah vertikal sesuai tuntunan tetap menjadi menu utama sebagaimana yang umum dilakukan setiap kali mengadakan perjalanan ibadah. Sedangkan memperhatikan lingkungan sekitar termasuk mengamati aneka ragam manusia muslim mancanegara merupakan sarana untuk melakukan muhasabah dan introspeksi diri juga. Jadi dimana ada waktu-waktu luang, diantara serangkaian ibadah baku seperti memperbanyak solat, mengaji dan berdoa, disempatkan untuk melihat, memperhatikan dan bilamana bisa berinteraksi dengan sesama jemaah lainnya dari mancanegara. Karenanya saya upayakan tidak terlalu terikat dengan jemaah satu rombongan dalam berkunjung ke tempat ibadah.
Ternyata benar bahwa, dengan berinteraksi secara horisontal, saya rasakan banyak wawasan keagamaan yang bisa saya temukan, sesuatu tidak saya sangka pada awalnya. Dengan melihat saja ciri-ciri fisik lautan manusia di tanah suci yang sedang menjalankan ibadah saja kita bisa melihat seberapa jauh & luas persebaran agama Islam di dunia. Tanpa bermaksud membuat stereotip, dapat ditemui dengan mudah para jemaah dari mulai yang berkulit putih, kuning, coklat, hitam sampai yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikianlah sebagian kecil perwakilan ras manusia dari hampir 2 milyar muslim dari total 7 milyar penduduk dunia hadir di tanah suci.
Dengan memperhatikan jemaah muslim yang beraneka ragam tersebut, saya menjadi tertarik dengan sejarah perkembangan agama Islam di dunia. Terngiang pelajaran dari sekolah dasar tentang awal penyebaran agama Islam di negara kita sendiri. Bahwa Islam dikenalkan pada abad ke 7 oleh para pedagang Arab, Gujarat & Malabar sebagai konsekuensi jalur perdagangan laut yang seringkali menggunakan Sumatera dan daerah-daerah sekitarnya sebagai persinggahan. Betapa jalur laut dari semenanjung Arab ke timur melalui Asia Selatan dan Asia Tenggara membuat penduduk di wilayah-wilayah tersebut berkenalan dan akhirnya memeluk agama islam. Dari situ saya menjadi semakin paham mengapa tradisi Islam di Indonesia sangat kuat khususnya di Aceh dan pesisir timur Sumatera. Selanjutnya saya juga menjadi teringat dengan silk road atau jalur sutera yang menjadi penghubung perdagangan di darat, melintasi beberapa negara di Teluk Persia, Asia Tengah sampai ujung Barat China yang sekarang juga kental dan dominan akan pengaruh agama Islam. Tersebutlah negara-negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan dan lainnya yang meredup sejak revolusi Bolshevik kembali bangkit & muncul setelah Uni Soviet pecah, sebagaimana terwakili oleh beberapa jemaah yang sedang beribadah di tanah suci. Itu sebabnya mungkin kenapa simbol bendera dan nama negara mereka umumnya terpampang sangat jelas & besar di busana atau tas yang mereka bawa.
Selanjutnya, bila semenanjung Arab adalah pusat episentrum persebaran agama Islam, pastinya Islam juga menyebar ke Barat yakni ke dataran Afrika. Dan karena kedekatan geografisnya, penyebaran tersebut terjadi lebih awal lagi namun dengan pola yang berbeda dengan persebarannya ke Timur. Menurut catatan sejarah, penyebaran ini diawali dari kepentingan politik setempat yang kemudian berlanjut pada penguasaan secara militer. Agama Islam masuk ke daratan Afrika pada masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab, sewaktu Amru Bin Ash memohon kepada Khalifah untuk memperluas penyebaran Islam ke Mesir karena ia melihat penderitiaan rakyat Mesir oleh penindasan penguasa Romawi dibawah Raja Muqauqis. Cerita sejarah seterusnya bisa kita cari sendiri yang pada akhirnya sampai sekarang agama Islam menancap kuat pada penduduk yang tinggal di wilayah ini. Kita mungkin familiar dengan istilah negara magribi Arab, sebutan untuk negara2 yang terletak di bagian utara benua Afrika. Dalam bahasa Arab, Magribi berarti barat, cocok dengan posisinya yang memang di sebelah barat dari jazirah Arab. Yang menarik adalah, jemaah dari negara-negara maghribi, jarang saya lihat menunjukan identitas negaranya secara terbuka (dengan bendera maupun tulisan), biasa2 saja, kalaupun ada kecil dan tidak signifikan. Sehingga buat saya yang Melayu, kadang sulit membedakan mereka dengan jemaah lain yang negaranya bertetangga dekat dengan tanah suci. Kecuali memang beberapa dari mereka yang penampakan fisiknya kental akan corak fisik khas bangsa Berber, yang akan mudah diketahui bila sering memperhatikan.
Kemudian persebaran agama Islam ke wilayah sebelah utara, yakni di Eropa, juga dengan pola yang hampir serupa. Menurut sejarah, tonggaknya diawali karena adanya permintaan bantuan dari Graf Yulian seorang bangsawan Gothia Barat yang berkuasa di Geuta Afrika Utara kepada gubernur Afrika Utara Musa bin Nushair agar membantu keluarga “Witiza” menghadapi tentara roderik yang memberontak merebut singgasan Witiza pada tahun 710 M. Cerita selanjutnya, permintaan tersebut oleh Musa disampaikan kepada Khalifah Walid bin Abdul Malik di Damaskus dan dikabulkan. Dikirimlah kemudian ekspedisi pertama berjumlah 200 orang dipimpin Tharif bin Malik yang mendarat di Tarifa. Keberhasilan Tharif meyakinkan Musa akan kesungguhan Graf Yulian, selanjutnya dikirm pasukan pilihan dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad seorang panglima yang gagah berani melalui kota tanger terus menyebrangi selat yang ganas, yang kini kita kenal dengan nama selat Giblaltar (Jabal Thariq) untuk mengabadikan nama Thariq. Pasukan tahriq mendarat di Spanyol pada tahun 91 H (710 M) tepat disaat konsentrasi pasukan Roderik ke wilayah Spanyol Utara guna memadamkan pemberontakan. Yang menarik dari pasukan Thariq adalah ketika semuanya telah mendarat, semua kapal dibakar habis dengan maksud agar tidak ada pasukan yang melarikan diri untuk mundur. Inilah yang kemudian mengispirasi istilah 'Bakar Kapal' yang kondang di komunitas pembelajar usaha, mungkin supaya terus berjuang pantang mundur jadi pegawai lagi hehe...
Dari sekelumit cerita sejarah diatas maka sedikit banyak kita mengerti kenapa ada jemaah muslim 'kulit putih' misalnya dari Macedonia, negara-negara semenanjung Balkan dan bahkan beberapa negara Eropa (non muslim) lainnya hingga Uzbekistan (yang mungkin berdarah Rusia) yang sedang beribadah umroh. Begitupun kita jadi bisa memaklumi prilaku jemaah ibu-ibu dari Turki maupun India sebagaimana prilaku mbok-mbok atau inang-inang di pasar Negara kita sendiri yang senang bergerombol, kompak namun berdeterminasi tinggi dan kadang (maaf) rada asal dalam memenuhi setiap sudut tempat ibadah di tanah suci.
Secara sederhana, dengan mengamati, mempelajari dan berinteraksi dengan saudara muslim dari mancanegara, minimal akan membuat hati kita lebih terbuka, sehingga munculkan sikap toleransi yang semakin tinggi. Dimana pada akhirnya akan terhindar dari prilaku yang mungkin terlihat sepele dan tidak secara sengaja dilakukan namun bisa merugikan orang lain, seperti misalnya prilaku tidak disiplin, semena-mena, mementingkan diri sendiri dan lain-lain. Sebagai contoh misalnya dalam berbadah masih banyak jemaah yang mengokupasi tempat-tempat favorit tertentu secara berlama-lama seolah lupa ada kepentingan jemaah yang lain atau prilaku memaknai secara berlebihan suatu aktivitas yang sebenarnya sunnah, seperti berebut mencium Hajar Aswad daripada menjaga keselamatan dan kenyamanan sesama muslim lainnya yang justru adalah wajib dan lain sebagainya. Tidak heran, sampai sekarang masih dapat dilihat bagaimana kerasnya para askar menjaga ketertiban di tempat ibadah, sesuatu yang seharusnya bisa kita jaga sendiri sebagai muslim.
Kembali dari niat awal untuk bermuhasabah melalui pengamatan aneka ragam manusia seolah membaca ayat-ayat kauniah tadi. Saya jadi berintrospeksi diri, jangan-jangan kita umat muslim dari Indonesia, wabil’khusus saya sendiri, masih memposisikan agama Islam yang kita anut sebagai fashion bukan passion. Sebagai sesuatu yang ‘dikenakan’ bukan sesuatu yang menjadi ‘gairah’ dalam hidup. Sehingga perilaku dalam kehidupan keseharian kita seringkali masih jauh dari napas keislaman. Agama masih dijalankan sebatas ritual semata, sementara pengamalannya tidak tercermin dalam aspek kehidupan lainnya . Mau buktinya? Wah, sepertinya tidak usahlah susah-susah mencari contoh, cukup setel TV atau baca koran masih banyak umat yang mengaku islam tetapi prilakunya tidak Islami, bahkan seorang yang sudah bolak balik berhaji sekalipun. Astagfirullah! Tak terasa saya jadi tertunduk malu dan merasa teramat sangat sedih, mengakui, bahwa masih banyak sekali kealpaan dan dosa didalam diri. Kalau sudah begini, masih bisa beribadah vertical memohon ampunan kepada Allah SWT, Sang Maha Pemberi Ampun niscaya menjadi sebuah nikmat yang tak terperi.
Wallahualam bissawab.