Catatan ringan perjalanan umroh (1)
Alhamdulillah, pada bulan Maret 2012, selama 9 hari, saya dan istri mengadakan perjalanan ibadah umroh. Niat kami mengadakan perjalanan umroh, Insya Allah semata-mata untuk beribadah, mengharapkan ridha Allah semata, lillahitaala, sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepadaNya. Disamping itu juga sebagai sarana muhasabah dan tafakur sebab semenjak terakhir kali kami ke tanah suci 3 tahun lalu, banyak lika liku dalam kehidupan pribadi, keluarga dan bisnis yang kami lalui dan jalani sehingga hanya kepada Allah lah kami mengadu dan meminta pertolongan. Semoga kami sekeluarga dijauhkan dari penyakit riya dan godaan duniawi yang menyesatkan dan semoga ibadah umroh kami diterima olehNya, Amin ya Rabbal Alamin. Adapun rangkaian tulisan saya ini adalah sebuah catatan perjalanan dari apa yang saya lihat dan rasakan selama mengadakan perjalanan di tanah suci. Semata hanya bentuk perhatian saya pada apa yang menarik selama perjalanan kami tersebut, tentunya pada hal-hal yang bersifat diluar ritual ibadah. Semoga rangkaian catatan ini bisa menjadi buah tangan perjalanan yang dapat menjadi manfaat buat kerabat, handai taulan dan siapa saja yang berkenan.
Sebagai tulisan pertama, dari rencana beberapa rangkaian tulisan, adalah catatan saya tentang ‘negara tours & travel’. Beranjak dari pengamatan saya terhadap fenomena unik dalam pelaksanaan ibadah umroh (dan sebagaimana ibadah haji juga tentunya) sebagai sebuah ibadah yang berbeda, yang hanya bisa dilakukan di tanah suci Makkah al Mukarromah.
Sekilas mengenai umroh, dari materi pembekalan manasik, umroh memiliki makna al ziyaroh, yang artinya berkunjung. Lebih lanjut lagi, umroh berasal dari kata kerja ‘amara – ya’muru – umratan atau itimara – ya’tamiru – I’timaaran yang maknanya meramaikan memakmurkan (baitullah). Sehingga umroh adalah dengan sengaja berkunjung mendatangi Ka’bah untuk melaksanakan amalan tertentu yang berkaitan dengan syarat dan rukun umroh berupa niat, ihram, thawaf, sa’i dan tahallul hanya karena Allah SWT, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Adapun perbedaan Umroh dengan Haji adalah waktu pelaksanaan dan syarat rukunnya, dimana untuk ibadah Haji hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu dan dengan tambahan syarat rukun haji berupa wukuf, mabit dan melontar jumroh.
Oleh karena itu maka sepanjang tahun di negara Arab Saudi dimana baitullah berada (kecuali saat pelaksanaan ibadah haji di bulan Zulhijah) terkumpulah umat muslim dari seluruh pelosok dunia menjalankan ibadah umroh. Berbagai macam manusia dari mancanegara dengan perbedaan ras, warna kulit dan segala macam perbedaan kasat mata lainnya namun dengan satu keyakinan yang sama mengunjungi baitullah semata untuk beribadah.
Dengan macam ragam manusia atau jemaah umroh yang berkumpul, bercampur aduk menjadi satu di suatu tempat, tentunya masalah identitas menjadi penting adanya. Apalagi, jemaah umroh yang berkumpul dari berbagai macam negara ini pun sejatinya dibagi lagi melalui kelompok-kelompok keberangkatan yang lebih kecil yang dipisahkan oleh ruang atau tempat atau domisili asal tempat mereka diberangkatkan, waktu atau periode keberangkatan dan terakhir dibagi lagi oleh siapa pihak yang mengantarkan atau memfasilitasi perjalanan ziarah mereka tersebut. Sehingga akhirnya identitas individual jemaah juga diharuskan mewakili identitas kelompoknya yang diwujudkan melalui serangkaian atribut pembeda, untuk tujuan sekedar sebagai sebuah penanda agar mudah dikenali oleh anggota kelompoknya dan juga pihak lain sehingga apabila ada yang tercecer atau tersesat dalam lautan manusia di negeri asing tersebut dapat dengan mudah diidentifikasi untuk dapat kembali ke kelompoknya masing-masing.
Masalah identitas ini bukan hal yang sepele buat para penyelenggara umroh karena potensinya dalam menambah beban kerja mereka menjaga jemaah yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut penuturan tour leader kami, setiap hari ada saja jemaah yang harus di SAR alias ‘search and rescue’ karena tersasar, berputar2 di masjid karena tidak tahu gerbang keluar, tidak tahu jalan kembali ke hotel atau hanya kesasar lantai karena tidak tahu mengoperasikan cara menggunakan lift. Hal ini umumnya terjadi terutama pada para jemaah yang sudah berusia lanjut atau yang berasal dari luar kota atau yang tidak terbiasa melakukan perjalanan ke luar negeri. Lebih lanjut lagi menurut penuturan tour leader kami, bahkan pada saat pelaksanaan ibadah haji jumlah jemaah tersasar bisa lebih banyak lagi, bisa sampai minimal 3 kali dalam sehari.
Oleh karena itu wajar, setiap anggota dalam satu kelompok umroh dibekali berbagai macam identitas, dari mulai name tag dan gelang yg harus selalu dipakai sampai tas kantung untuk ke masjid yg bertuliskan identitas tour & travel dan juga jahitan bordir bertuliskan nama tour & travel di kain ihram dan mukena. Di beberapa tour & travel lain bahkan ada selipan pita atau syal/bandana berwarna kontras menyala yang harus dikenakan jemaah selama ibadah umroh.
Terlepas dari kepentingan identitas tersebut, sebaiknya memang dilakukan dengan mengindahkan kaidah normatif yang baik. Jangan sampai terlalu berlebihan atau lebaysehingga bahkan identitas negara dari mana jemaah itu berasal telah tergantikan dengan identitas Tours & Travel, oleh siapa jemaah itu diberangkatkan.
Sebenarnya hal ini terjadi di semua jemaah dari berbagai macam negara, namun sangat terasa terutama oleh jemaah yang berasal dari indonesia, dimana seringkali tidak ada tulisan nama negara, bahkan ikon bendera dwi warna pun tak tersertakan.
Tidak semua travel dari Indonesia seperti itu memang tapi umumnya sebagian besar demikianlah adanya, terutama kebanyakan travel dari ibukota. Ada apa dengan penyelenggara umroh dari Indonesia? Apa yang mereka pikirkan? Padahal kalau melihat rekan mereka dari Negara lain, walaupun identitas travelnya jelas namun tetap menonjolkan identitas Negara baik dengan tulisan atau paling tidak dengan warna bendera Negaranya. Sehingga walaupun dominan secara jumlah, jemaah dari Indonesia tidak terlalu menonjol. Ya karena itu, tidak semua menonjolkan identitas negara.
Berbeda misalnya dengan jemaah dari Turki yang juga dominan jumlahnya dan sangat menonjol, bukan hanya karena penampilan fisiknya yang memang sudah besar ataupun busana seragamnya yang khas. Tapi terutama juga karena mereka dengan bangga menonjolkan bendera negaranya yang berwarna merah berhias bulan sabit dan bintang yang selalu tersematkan di busana maupun dikelengkapan identitas lainnya. Terlepas dari perbedaan tour & travel mana yang memberangkatan mereka.
Betapa indah & membanggakannya misalnya ketika kita melihat identitas para jemaah dari negara2 di Eropa seperti Macedonia, Albania, Bosnia dll... walaupun hanya diwakili oleh bendera kecil atau tulisan kecil nama negara di busana atau tas yg mereka sandang... atau negara-negara dengan tradisi muslim yang cukup kental dari Asia Tengah seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmensitan, Tajikistan dkk yang biasanya menulis nama negaranya cukup besar atau paling tidak mencantumkan identitas bendera mereka juga cukup besar dengan kombinasi warna yang masih belum familiar dimata... sehingga tentu mereka pun pastinya akan tertarik dan bangga melihat banyaknya bersliweran bendera merah putih kecil atau besar sbg indentitas jemaah umroh Indonesia, negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia!
Yang paling sedih adalah, seringkali kita disangka jemaah dari Malaysia. Ayna antum? Min malaysie? Laa! Ana min Indonesy. Mungkin karena ciri-ciri fisik kita yang melayu (dan lengkap dengan ketiadaan identitas negara) membuat orang langsung berasumsi kita orang Malaysia, padahal kalau saja identitas kita lebih lengkap pastinya mereka akan langsung tahu siapa kita. Sedikit banyak, dengan tidak mencantumkan nama negara dan bendera, kita sudah mempromosikan negeri jiran lho. Tahukah anda, bahwa kafilah dari negara jiran ini termasuk yang bangga dengan identitas negara dan benderanya, dimana seringkali tercantum besar-besar di busana atau tas yang mereka bawa.
Kekhawatiran saya adalah, apakah bagi bangsa Indonesia perjalanan umroh sudah semakin bergeser dari sebuah perjalanan ibadah menjadi sebuah perjalanan wisata relijius semata? Sehingga identitas kebangsaan tidak menjadi sesuatu yang harus disertakan. Ataukah bangsa kita sudah tidak bangga dengan identitas negara kita sendiri? Atau sekedar masa bodoh dengan kenyataan tersebut? Alhasil tidak ada nama negara dari mana kita berasal tapi nama tour & travel saja lah yang menjadi penanda identitas. Sehingga sering secara guyon dikatakan asal negaranya ya nama tours & travel tersebut.
Walaupun bukan untuk membanggakan diri tapi untuk menjadi penanda awal komunikasi antar bangsa, sudah selayaknya nama dan/atau bendara negara wajib dicantumkan. Bukankah bahwa seharusnya peluang berkenalan & bersilahturahmi dengan jemaah muslim mancanegara menjadi perhatian para peziarah? Apapun bahasa yang akan kita gunakan nantinya. Saya pikir, pihak tours & travel harusnya concern dgn masalah ini. Termasuk mendorong jemaah untuk juga bersosialisasi dan menikmati peluang berkenalan & bersilahturahmi dgn saudara-saudara satu keyakinan dari mancanegara bilamana mungkin. Karena dengan melakukan hal tersebut, secara tdk langsung kita melatih kepekaan sosial, meningkatkan nilai kemanusiaan, menguatkan persaudaraan muslim dunia, sebagai perwujudan habluminannas sehingga ujung-ujungnya meningkatkan nilai ibadah kita.
Wallahualam bissawab.